GUA8Gfr6BUdoBUG6BUW7GUWoBY==

Penyebab dan Cara Mengurangi Risiko Kematian Mendadak

Penyebab dan Cara Mengurangi Risiko Kematian Mendadak
Ilustrasi.

SURABAYATERKINI.ID - Aktris senior, dosen, dan politikus Marissa Haque telah meninggal dunia pada usia 61 tahun pada Rabu (2/10/2024). Kepergiannya yang tiba-tiba, tanpa riwayat penyakit yang diketahui, memunculkan dugaan bahwa istri penyanyi Ikang Fawzi ini mengalami Sindrom Kematian Mendadak atau Sudden Death Syndrome (SDS).

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari laman Healthline, hingga saat ini penyebab pasti dari SDS belum sepenuhnya dapat dipastikan. Meskipun demikian, mutasi gen telah dikaitkan dengan berbagai sindrom yang termasuk dalam kategori SDS.

Namun, tidak semua individu yang mengalami SDS memiliki mutasi gen tersebut. Ada kemungkinan adanya gen lain yang berhubungan dengan SDS yang masih belum teridentifikasi, dan beberapa penyebab SDS tidak terkait dengan faktor genetik.

Obat-obatan tertentu juga dapat menyebabkan sindrom ini, contohnya adalah sindrom QT panjang. Ini adalah suatu kondisi kelainan konduksi listrik jantung yang dapat memicu irama jantung yang cepat dan tidak teratur (aritmia).

Sindrom QT panjang dapat muncul akibat penggunaan berbagai jenis obat, termasuk antihistamin, dekongestan, antibiotik, diuretik, antidepresan, dan antipsikotik.

Beberapa kondisi medis juga dapat meningkatkan risiko terjadinya SDS, di antaranya adalah gangguan bipolar. Obat lithium, yang sering digunakan untuk mengobati gangguan ini, dapat memicu masalah pada irama jantung. Selain itu, penyakit jantung, epilepsi, aritmia, dan kardiomiopati hipertrofik juga berpotensi meningkatkan risiko kematian mendadak.

Perlu dicatat bahwa beberapa individu dengan SDS mungkin tidak menunjukkan gejala sebelum mengonsumsi obat tertentu, dan kondisi SDS yang disebabkan oleh obat dapat muncul sebagai dampaknya.

Sayangnya, gejala pertama dari SDS sering kali muncul dalam bentuk kematian mendadak yang tidak terduga. Namun, ada tanda-tanda bahaya yang patut diperhatikan, seperti nyeri dada—terutama saat berolahraga, kehilangan kesadaran, kesulitan bernapas, pusing, jantung berdebar-debar, serta pingsan tanpa sebab jelas, khususnya saat beraktivitas fisik.

Melansir Pafibondowoso.org, melakukan diagnosis dini menjadi langkah krusial dalam mencegah terjadinya episode yang berpotensi fatal. Bagi mereka yang memiliki riwayat SDS dalam keluarga, dokter dapat membantu menentukan apakah pasien juga berisiko mengalami sindrom yang dapat menyebabkan kematian mendadak.

Jika terbukti berisiko, pasien dapat mengambil langkah pencegahan, seperti menghindari obat yang dapat memicu gejala, termasuk antidepresan dan penghambat natrium.

Selain itu, penanganan segera terhadap demam, berolahraga dengan hati-hati, serta menerapkan gaya hidup sehat yang mencakup pola makan seimbang juga sangat disarankan. Melakukan pemeriksaan rutin dengan dokter atau spesialis jantung merupakan langkah penting yang tidak boleh diabaikan.

Selain konsultasi medis, berbicara dengan spesialis kesehatan mental juga sangat dianjurkan untuk mengelola kondisi dan kesehatan mental. Hal ini akan membantu individu lebih memahami risiko dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk menjaga kesehatan jantung dan mencegah kematian mendadak.

Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ketik kata kunci lalu Enter

close